Suatu hari ku meralat di jalanan ibu kota lalu ku duduk di halte menunggu bis untuk kembali ke rumah.
Saat ku lihat tas ku, ku telah sadar bahwa dompet ku hilang.
Ku harus akui, aku merasa teramat murka dan marah tak terkendali pada saat itu.
Lalu apa selanjut nya?
Hujan deras pun datang
Ku lalu lihat dompet kecil terbawa arus banjir dan kemudian masuk ke dalam selokan air, hilang tak tertermukan.
"SIALAN DOMPET GUE MASUK GOT!"
Teriak ku.
Emosi ku sudah pada puncak nya.
Setiap orang yang menatap mata ku seandai telah mati dalam pikiran ku.
Lalu dengan penuh emosi aku pun memutuskan untuk berjalan pulang.
"Bajingan! Kenapa harus terjadi pada gua?! Hari yang sialan! SIALAN BANGET!!!!!"
Ku teriak lagi, saat itu jauh lebih kencang.
Saat itu sudah jam 4:35 dan saya harus tiba di rumah untuk makan malam bersama keluarga.
Saya pun memutuskan untuk lari, namun sebab hujan nya begitu deras saya pun tergelincir dan terjatuh.
Saya harus akui, memang sangat sakit.
Dan di tambah saya harus berjalan melawan kepahitan ibukota untuk makan bersama sang ibu.
Namun saat saya berjalan, saya melihat seorang bocah berkisaran umur 6 tahun sedang duduk di bawah pohon sendiri.
Muka ia terlihat kusam, lecek, dan pucet. Seperti telah melihat hantu.
Saya hampiri bocah itu
"Dek kamu ngapain disini sendirian?"
"Gak ngapa - ngapain"
"Lah orang tua kamu kemana?"
"Orang tua?......."
Anak itu terdiam
Mata nya semakin membengkak
Lalu ia menangis
Aku mencoba untuk menenangkan nya dan mengelus pundaknya, ia pun nangis di pelukan ku.
"Hu...ibu....dia pergi!!!!"
"Pergi kemana adik kecil?"
"Ke....tangan Tuhan"
"Ibu kamu sudah tiada?"
"Nyawa nya telah direnggut Bapak!"
"Bapak kamu.....membunuh ibu kamu?"
"Iya! Lalu iya pergi membawa kabur semua harta meninggalkan segala nya dan membiarkan ku hidup terlantar!!!"
Tangisannya pun meledak.
Aku hanya terdiam, terbeku, dan tak bersuara.
Aku kehilangan dompet, ia kehilangan harta.
Aku melewatkan bis, dia di "lewatkan" oleh Bapak nya.
Aku tergelincir dan terjatuh di bawah hujan, dia......hidup nya telah di hujani tangisan yang membara.
Ku pikir aku yang telah melewati hari yang buruk, ternyata cobaan ku tak seberat adik kecil ini.
Namun ku memutuskan untuk mengajak adik ini untuk makan bersama dirumah ku.
Lalu kami berdua berjalan, melintasi banjir, melewati hujan, berpegangan tangan dan berusaha untuk bersenyum dibalik kepedihan.
-nabillautami 18/10/2011
No comments:
Post a Comment