Sunday, April 21, 2013

Hilang


Hilang
Sebuah cerpen oleh Nabilla Utami

Gelap.
Semua terasa gelap.
Tidak telihat warna atau bahkan setitik cahaya pun.
Suara hembusan nafas pun tak ku dengar.
Hanya ada suara seperti pisau sedang beradu dengan garpu di atas piring.
Di pusat ruang dingin ini aku berbaring.


Aku tidak ingat bagaimana aku bisa berada di sini. Apa yang kulakukan, atau apa yang telah terjadi padaku. Mungkin, namaku saja telah kulupakan. Hanya ada beberapa potongan suatu kejadian yang sekarang mengambang di kepalaku. Berusaha mengingat kembali itu semua, luar biasa susahnya. Belum lagi sakit kepala yang sungguh tiada tara. Bagai berusaha bernostalgia di kala kau amnesia.

Namun aku merasa bahwa aku telah mengalami ini sebelumnya. Rasa ini, kegelapan ini, dingin ini, bahkan hilangnya ingatanku pun sudah tidak asing lagi. Namun siapakah aku untuk membuat kesimpulan, sedangkan aku pun tidak ingat namaku sendiri?

Hanyalah sebuah sentuhan yang kuingat betul. Bukan seperti sentuhan secara fisik tetapi, lebih ke jiwa. Ada sesuatu yang telah menyentuh jiwaku begitu dalam, sehingga perasaan ini tak bisa kulupakan. Suatu benda mungkinkah? Apa seseorang? Siapakah yang telah datang ke hidupku ini dan membuatku merasa seperti ini?

Siapakah orang itu? Apakah dia yang selalu datang di mimpi – mimpiku ini? Dia yang menyebut namaku begitu indahnya, sedangkan aku pun lupa siapa namaku. Dia yang memberiku kehangatan sekaligus rasa takut akan kehilangan dirinya. Dia yang mengenalkanku kepada dunia yang penuh dengan kebahagiaan. Dia dengan sentuhannya itu.

Apa mungkin semua ini bukanlah mimpi namun merupakan bagian dari ingatanku? Tapi, jika pun ini merupakan hidup ku sebelumnya, mengapa ingatanku samar – samar tentang apa yang terjadi pada dirinya? Kemanakah lelaki itu pergi menghilang membawa cintaku begitu saja? Apakah dia tidak kasihan dengan diriku yang sekarang melarat dalam kebingungan?

Aku sangat ingin tahu apa yang terjadi padanya, dan kenapa ingatanku akan dia hanya sampai situ saja? Mengapa tidak ada lanjutan dari kisah kita?


Apa mungkin..


Tidak.



Bukan.


Tidak mungkin itu dia




Itu….. hanyalah sebuah mimpi buruk

Atau…



“AAAAAAA”
“Dok dia telah sadar kembali,” kata sebuah suara di balik warna putih itu.


Aku pun terbangun, dan menyadari bahwa aku sedang berbaring diatas kasur yang nampaknya seperti di dalam ruangan rumah sakit. Dua pria dengan jas panjang berwarna putih, dan sebuah alat yang menggantung pada pundaknya, berjalan perlahan ke arahku.

“Tenangkan dirimu, kau akan baik – baik saja kok,” sahut salah satu dari mereka.


Aku berusaha untuk melihat sekelilingku, berharap ada satu/dua hal yang dapat mengingatkanku kembali. Aku melihat tangan kiriku dililit perban, dan tangan kananku penuh dengan luka kecil.

“Apa yang telah kulakukan?” pikirku.


Lalu, aku menyadari bahwa di samping tempat tidurku ada sebuah ranjang lagi dan disana terbaring tubuh seorang lelaki. Layar yang menandakan berakhir sudah atau belum kehidupannya, hanya bergaris lurus. Nyawa tubuh lelaki itu telah tiada.

“Siapa dia?” tanyaku pada pria berjas putih panjang ini.
“Kau tidak usah mengkhawatirkan dia, lupakan saja.”
“Iya, kau tidur saja kembali,” tambah salah satunya yang sekarang sedang memberiku semacam bius.

“Tapi, aku ingin tahu apa yang terjadi pada diri dia! Diriku! Tanganku! Semuanya! Mengapa aku bisa disini?? Dan siapakah kalian?!?!”
“Sudah, sudah. Lupakan saja semua. Semakin kau lupa, semakin hilang rasa sakitnya.”

Aku mulai merasakan bius itu berjalan cepat ke sekujur tubuhku.
“Coba tenangkan saja dirimu, lalu tidurlah kembali. Esok hari kau bangun, sudah hilang semua rasa sakit ini.”
“Iya, jangan sakiti diri kamu lagi ya.”
“Tuh dengar apa kata rekanku, biarkan saja kematian sendiri dengan urusannya. Tak usah kau ikut campur. Satu nyawa tak perlu disusul dengan satu lagi.”

Kematian.

Sekarang aku ingat semuanya. Bagaimana aku bisa berada disini, dan alasan mengapa ini semua sudah tidak asing lagi bagiku. Aku telah terbangun seperti ini beberapa kali sebelumnya dan aku selalu melihat lelaki itu berbaring di ranjang sampingku. Aku tahu dia siapa, dan aku tahu mengapa kita berada disini. Aku tahu bahwa lelaki disampingku ini meninggal akibat dari kecelakaan mobil yang dialaminya karena disaat itu ia sedang mengemudi sambil bertengkar dengan kekasihnya melalui telepon.

Setelah kecelakaan terjadi ambulans langsung membawa lelaki ini ke UGD terdekat, dan tak lama kemudian kekasihnya datang dengan air mata yang telah menggenangi setengah wajahnya. Penuh dengan rasa penyesalan dan kesedihan melihat lelaki yang ia cintai hendak menghembuskan nafas terakhirnya, perempuan ini mengambil benda tertajam yang bisa dia raih dan mulai mencelakai dirinya sendiri. Berharap dapat menyusul kekasihnya yang terbaring tak berdaya.

“Siapakah dia”
Aku bertanya.
“Siapakah diriku”
Engkau mungkin ingin tahu.

Tapi, apa yang semestinya kulakukan? Cinta bukankah dibawa sampai mati?


Lalu, obat bius itu mematikan seluruh tubuhku.